Selasa, 01 Juni 2010

Klausa Polis

KLAUSULA POLIS

Dalam perjanjian asuransi sering dimuat janji-janji khusus yang dirumus¬kan dengan tegas dalam polis, yang lazim disebut klausula asuransi. Maksud klausula tersebut adalah untuk mengetahui batas tanggung jawab penanggung dalam pembayaran ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jenis-jenis klausula asuransi itu ditentukan oleh sifat objek asuransi, bahaya yang mengancam dalam setiap asuransi. Klausula-klausula yang dimaksud dirumuskan dan diuraikan sebagai berikut.Klausula Premier Risque
a.. Klausula ini biasa digunakan pada asuransi pembongkaran dan pencurian (burglary insurance) serta asuransi tanggung jawab (liability insurance). Klausula ini menyatakan bahwa apabila pada asuransi di bawah nilai benda terjadi kerugian sebagian (partial loss), penanggung akan mem¬bayar ganti kerugian seluruhnya sampai maksimum jumlah yang di¬asuransikan (Pasal 253 ayat (3) KUHD). Sebagai contoh adalah kasus berikut ini.
Perabot rumah tangga Amat yang bernilai Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) diasuransikan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan klausula premier risque. Kemudian, rumahnya dibongkar pencuri dan perabotnya dicuri. Berdasarkan perhitungan penanggung, nilai perabot yang dicuri berjumlah Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Dengan demikian, penanggung wajib membayar klaim Amat Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dengan alasan:
(1) asuransi berklausula premier risque;
(2) jumlah asuransi di bawah nilai benda;
(3) kerugian yang terjadi adalah sebagian (partial loss).
b. Klausula all risks
Klausula ini menentukan bahwa penanggung memikul segala risiko atas benda yang diasuransikan. Ini berarti penanggung akan mengganti semua kerugian yang timbul akibat peristiwa apa pun, kecuali kerugian yang timbul karena kesalahan tertanggung sendiri (Pasal 276 KUHD) dan karena cacat sendiri bendanya (Pasal 249 KUHD). Sebagai contoh adalah kasus berikut ini.
Sundari pengusaha kaca, mengangkut kaca dagangannya yang bernilai Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan truk dan diasuransi¬kannya dengan harga Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dengan klausula all risk. Dalam perjalanan banyak terjadi goncangan, se¬hingga kaca banyak pecah. Sundari mengklaim penanggung agar mem¬bayar ganti kerugian. Penanggung meneliti sebab kerugian dan meng¬hitung jumlah kerugian yang bernilai Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Setelah diteliti, ternyata sistem pengepakan kaca tidak sesuai dengan standar yang berlaku sehingga penanggung menyatakan peris¬tiwa penyebab kerugian adalah kesalahan tertanggung sendiri (Pasal 276 KUHD) yang di luar klausula all risks. Penanggung menolak klaim ganti kerugian dari tertanggung.

c. Klausula sudah diketahui (all seen) fire insurance
Klausula ini digunakan pada asuransi kebakaran (fire insurance). Klausula ini menentukan bahwa penanggung sudah mengetahui betul keadaan, konstruksi, letak, dan cara pemakaian bangunan yang diasuransikan. Dengan demikian, klausula ini menghilangkan tuduhan bahwa tertang¬gung telah menyembunyikan hal-hal tertentu dari bangunan objek asuran¬si (Pasal 251 KUHD). Sebagai contoh adalah kasus berikut ini.
Sebuah rumah dekat pompa bensin bernilai Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah) diasuransikan Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) terhadap bahaya kebakaran dengan klausula "sudah diketahui". Kemudian, rumah terbakar akibat terbakarnya pompa bensin yang berada didekatnya. Kebakaran tersebut menimbulkan kerugian total. Tertang¬gung mengajukan klaim ganti kerugian kepada penanggung. Penanggung melakukan pengecekan sebab kerugian yang berasal dari kebakaran pompa bensin. Karena klausula sudah diketahui, maka penanggung membayar ganti kerugian total maksimum Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).

d. Klausula renunsiasi (renunciation)
Renunsiasi artinya pelepasan hak. Klausula ini berhubungan dengan ketentuan Pasal 251 KUHD yang berarti melepaskan hak gugat berdasar¬kan pasal tersebut. Menurut klausula ini penanggung tidak akan menggugat tertanggung dengan alasan Pasal 251 KUHD, kecuali jika hakim menetapkan bahwa pasal tersebut harus diberlakukan secara jujur (fair) atau dengan itikad baik (in good faith) dan sesuai dengan kebiasaan. Ini berarti apabila timbul kerugian akibat evenemen bagi tertanggung, pada¬hal tertanggung tidak memberitahukan keadaan benda objek asuransi kepada penanggung, maka penanggung tidak akan mengajukan alasan Pasal 251 KUHD (tidak memberitahukan keadaan benda objek asuransi), dan penanggung akan membayar klaim ganti kerugian kepada tertanggung. Akan tetapi, jika diperkarakan ke Pengadilan Negeri dan peng¬adilan memutuskan bahwa Pasal 251 KUHD berlaku terhadap kasus itu, maka penanggung tidak berkewajiban membayar ganti kerugian walau¬pun asuransi berklausula renunsiasi.
E. Klausula Free From Particular Average (FPA)
Klausula ini digunakan pada asuransi pengangkutan laut. Average artinya peristiwa kerugian laut. Klausula ini mempunyai arti bahwa penanggung dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian yang timbul akibat peristiwa khusus di laut (particular average) seperti ditentukan dalam Pasal 709 KUHD. Berdasarkan klausula ini, penanggung menolak pem¬bayaran ganti kerugian yang diklaim oleh tertanggung yang sebenarnya timbul akibat peristiwa khusus yang sudah dibebaskan oleh klausula free from particular average (FPA). Penanggung hanya berkewajiban mem¬bayar ganti kerugian yang timbul dari peristiwa laut yang bukan termasuk particular average seperti yang tertulis dalam polis. Kebalikan dari klau¬sula ini adalah with particular average (WPA) yang berarti penanggung wajib mengganti kerugian yang timbul akibat peristiwa khusus di laut (particular average) sesuai dengan ketentuan Pasal 709 Kitab Undang¬-Undang Hukum Dagang.
PEMBUATAN DAN PENYERAHAN POLIS
Menurut ketentuan Pasal 259 KUHD, apabila asuransi diadakan langsung antara tertanggung dan penanggung, maka polis harus ditandatangani dan diserahkan oleh penanggung dalam tempo 24 (dua puluh empat) jam setelah permintaan, kecuali apabila karena ketentuan undang-undang di¬tentukan tenggang waktu yang lebih lama. Berdasarkan ketentuan ini, maka pembuat polis adalah penanggung atas permintaan tertanggung. Penanggung menandatangani polis tersebut, setelah itu segera diserah¬kan kepada tertanggung. Pembuatan polis oleh penanggung sesuai dengan fungsi polis sebagai bukti tertulis bagi kepentingan tertanggung. Dalam praktik asuransi, penanggung adalah pengusaha yang mencari keuntungan dengan cara mengambil alih risiko dari tertanggung dan menerima sejumlah premi sebagai imbalannya. Untuk itu, penanggung membuat polis yang bentuk dan isinya sudah dibakukan (standard policy) serta dicetak. Dalam polis dimuat syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus tertentu. Kemudian, polis tersebut disodorkan kepada tertanggung yang berminat mengadakan asuransi agar diteliti dan dipahami isinya.
Apabila tertanggung setuju, penanggung akan menyelesaikan dan menandatangani polis kemudian diserahkan kepada tertanggung. Akab tetapi, apabila tertanggung tidak setuju, dia tidak perlu mengadakan asuransi dengan penanggung. Dalam praktik hukum kontrak bisnis, asas ini disebut take it or leave itu. Dalam praktik asuransi dapat terjadi bahwa calon tertanggung ketika mengadakan asuransi tidak begitu cermat mempelajari syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang telah ditentukan di dalam polis oleh penanggung. Setelah asuransi diadakan dan terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, barulah tertanggung sadar bahwa ketika mengajukan klaim ganti kerugian dia mengalami kesulitan karena dalam polis ada syarat-syarat khusus atau janji-janji khusus yang membatasi tanggung jawab penanggung (eksonerasi). Tertanggung selama asuransi berjalan sampai terjadi peristiwa, lalai membaca atau memahami isi polis. Untuk menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti diuraikan tadi, penanggung sebagai pembuat polis (perjanjian baku) untuk asuransi tertentu mencantumkan suatu peringatan pada polisnya supaya diperhatikan oleh siapa saja yang ingin mengadakan asuransi tertentu dengan Perusahaan Asuransi yang bersangkutan. Peringatan tersebut berbunyi:
"Untuk menghindarkan kemungkinan terjadi salah pengertian. minta supaya tertanggung membaca syarat-syarat polis ini dengan sebaik-baiknya ".
Menurut ketentuan Pasal 260 KUHD, apabila asuransi diadakan dengan perantaraan pialang asuransi, maka polis yang sudah ditandatangani penanggung harus diserahkan dalam waktu 8 (delapan) hari setelah dibuat perjanjian asuransi. Berdasarkan ketentuan pasal ini, jangka waktu 8 (delapan) hari itu dihitung sejak terjadi kesepakatan antara pialang asuransi dan penanggung, bukan sejak polis ditandatangani penanggung. Mungkin saja polis baru ditandatangani oleh penanggung beberapa hari setelah terjadi kesepakatan asuransi. Dalam beberapa hari yang masih tersisa itu, pialang harus sudah menyerahkan polis kepada tertanggung. Dalam praktik asuransi, pengadaan asuransi, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perantaraan pialang didahului dengan permintaan nota penutupan (cover note) sebagai bukti sudah tercapai kesepa¬katan asuransi. Atas dasar ini baru dibuatkan polis oleh penanggung. Antara pembuatan nota penutupan dan penandatanganan polis terdapat jangka waktu. Makin cepat dilakukan penandatanganan polis, makin singkat jangka waktu tersebut, sehingga makin kecil kemungkinan keterlambatan penyerahan polis oleh penanggung atau oleh pialang.
Bagaimana akibat hukumnya jika penyerahan polis kepada tertanggungn itu terlambat? Menurut ketentuan Pasal 261 KUHD; apabila ada kelalaian menyerahan polis dalam tenggang waktu yang telah ditentukan, maka pe¬anggung atau pialang untuk kepentingan tertanggung wajib mengganti kerugian yang mungkin timbul dari kelalaian itu. Ketentuan ini bergantung juga pada praktik pelaksanaan Pasal 259 dan Pasal 260 KUHD. Artinya, apabila dalam praktiknya, ketentuan waktu dalam kedua pasal itu tidak diik¬uti, dan yang diikuti adalah ketentuan waktu yang diperjanjikan, maka inti kerugian yang mungkin timbul itu pun bergantung juga pada ketentuan waktu yang diperjanjikan.
ASURANSI UNTUK KEPENTINGAN PIHAK KETIGA
Menurut ketentuan Pasal 264 KUHD, asuransi tidak hanya dapat diada¬kan untuk kepentingan sendiri, tetapi dapat juga untuk kepentinyan pihak ketiga (the third party), baik berdasarkan kuasa umum atau kuasa khusus, bahkan tanpa pengetahuan pihak ketiga yang berkepentinganan. Apabila asuransi itu diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, maka menurut ketentuan Pasal 265 KUHD, hal itu harus ditegaskan dalam polis apakah terjadi berdasarkan pemberian kuasa atau tanpa pengetahuan pihak ketiga yang berkepentingan. Asuransi yang diadakan tanpa pemberian kuasa dan tanpa pengetahuan pihak ketiga yang berkepentingan, me¬nurut ketentuan Pasal 266 KUHD adalah batal, apabila benda yang sama diasuransikan oleh yang berkepentingan atau oleh pihak ketiga atas perintahnya, sebelum diketahuinya asuransi yang diadakan tanpa penge¬tahuannya itu. Asuransi yang diadakan untuk kepentingan pihak ketiga harus secara tegas dinyatakan dalam polis. Pernyataan tegas tersebut perlu, mengingat akibat hukum yang tercantum dalam Pasal 267 KUHD yang menentukan, apabila dalam polis tidak ditegaskan bahwa asuransi itu diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, maka tertanggung dianggap telah mengadakan asuransi untuk diri sendiri. Ketentuan pasal ini mem¬punyai arti penting dalam hal terjadi peristiwa (evenemen) yang me¬nimbulkan kerugian, pihak ketiga yang berkepentingan itu tidak berhak mengklaim karena dia bukan pihak dalam asuransi, sedangkan ter¬tanggung walaupun pihak dalam asuransi tidak berhak mengklaim karena tidak mempunyai kepentingan. Dengan demikian, asuransi yang telah di¬buat itu tidak mempunyai kekuatan berlaku bagi tertanggung dan penang¬gung tidak berkewajiban membayar klaim dengan alasan asuransi tanpa kepentingan (Pasal 250 KUHD).
Sebagai contoh, Asnam pemilik sebuah rumah mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat. Rumah tersebut diserahkan untuk. dihuni oleh keluarga Bondan iparnya. Kemudian, Simon adik kandung Asnam mengasuransi¬kan rumah itu pada Perusahaan Asuransi ACI terhadap bahaya kebakar¬an. Akan tetapi, di dalam polis tidak dinyatakan bahwa asuransi tersebut untuk kepentingan Asnam sebagai pemilik rumah. Simon adik kandung Asnam mengasuransikan rumah itu tanpa dilandasi surat kuasa khusus. Terjadilah kebakaran hebat yang menghabiskan rumah yang dihuni oleh keluarga Bondan itu. Pihak yang menderita kerugian adalah Asnam pe¬miliknya, bukan Bondan pemakai (penghuni) atau Simon. Asnam pemilik rumah tidak dapat mengklaim ganti kerugian karena dia bukan pihak dalam asuransi dan pula tidak ditegaskan dalam polis sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Simon walaupun pihak dalam asuransi tidak dapat mengklaim ganti kerugian karena tidak mempunyai kepentingan atas rumah itu. Ketentuan Pasal 265 KUHD juga mengharuskan ketegasan dalam polis, bahwa asuransi untuk kepentingan pihak ketiga itu berdasarkan pem¬berian kuasa atau tanpa pengetahuan pihak ketiga yang berkepentingan, mengingat akibat hukum yang tercantum dalam Pasal 266 KUHD. Apa¬bila asuransi untuk kepentingan pihak ketiga itu diadakan tanpa pemberian kuasa dan tanpa pengetahuan pihak ketiga yang berkepentingan, sedangkan pihak ketiga yang berkepentingan itu sudah mengasuransikan lebih dahulu bendanya, maka akibat hukumnya asuransi yang diadakan untuk kepentingan pihak ketiga itu batal. Ketentuan Pasal 266 KUHD yang menyatakan batalnya asuransi untuk kepentingan pihak ketiga itu bertujuan untuk mencegah terjadi asuransi rangkap yang dilarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar